Jejak-jejak Liberalisme Islam di NU
##plugins.themes.bootstrap3.article.main##
Abstract
LIBERAL? Kata ini barangkali masih "terlalu mewah" dan seringkali memancing kontroversial di kalangan sebagian besar warga Nahdaltul Ulama (NU). Hal ini bisa dipahami karena secara generik istilah "liberalisme" sejauh dikaitkan dengan agama (baca, Islam) memang mengandung konotasi negatif, karenanya ia menjadi debatable. Akibatnya, ketika kata ini dikaitkan dengan NU sebagai komunitas beragama, secara otomatis juga mengandung unsur debatable itu tadi. Dengan demikian bisa dipahami jika "liberalisme NU" juga mengandung sejumlah kontroversi baik pada tingkat istilah maupun substansinya. Debatablelitas kedua kata tersebut karena sepintas keduanya memang mengandung contradictio in terminis. Kontradiksi itu terletak pada pemahaman bahwa Islam adalah agama wahyu yang meniscayakan kerundukan secara mutlak, kepasrahan, pem batasan-pembatasan, kepastian, transedensi dan bersifat aksiomatık'. Sedang kan liberalisme yang berasal darı filsafat dekonstruksi cenderung menegasikan kekuatan mutlak, menghendaki kebebasan (tanpa batas), menolak kepastian, bersifat sekuler serta antı aksioma.
##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.