Perdebatan Syariat Islam

##plugins.themes.bootstrap3.article.main##

Tim Redaksi

Abstract

Pembaca yang budiman, perdebatan soal pemberlakuan syariat Islam di Indonesia semakin marak setelah dua partai Islam, PPP dan PBB mengusulkan dikembalikannya Piagam Jakarta ke dalam amendemen UUD 1945. Lebih dari itu, sejumlah ormas Islam minus Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah- menyuarakan aksi tuntutan kembalinya Piagam Jakarta, yang berarti pula pemberlakuan syariat Islam di tanah air. Tampak sekali tuntutan ini membawa pengaruh di sejumlah daerah. Dimulai dari Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) yang pertama kali secara khusus memberlakukan syariat Islam, kini daerah lain sudah ancang- ancang mengambil keputusan serupa, seperti yang dapat kita amati di Cianjur, Tasikmalaya, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Pamekasan. Semuanya ini menunjukkan betapa seriusnya sosialisasi pemberlakuan syariat Islam yang dilakukan oleh sejumlah kelompok Islam. Sementara di sisi lain, ada kelompok Islam yang menolak diberlakukannya syariat Islam. Biasanya mereka itu adalah kelompok yang selama ini getol menggagas pluralisme, inklusivisme, toleransi, dan kulturalisasi Islam. Tak berlebihan jika kelompok Islam ini secara tegas justru menginginkan deformalisasi syariat Islam. "Syariat Islam secara formal tidaklah perlu". Karena yang menjadi poin mendasar keber-islaman di Indonesia adalah komitmen kepada agama secara substansialistik, bukan legalistik-formalistik, termasuk di dalamnya acuan syariat agamanya.

##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

How to Cite
Redaksi, T. (2024). Perdebatan Syariat Islam. Tashwirul Afkar, 12(1), 1. Retrieved from https://tashwirulafkar.or.id/index.php/afkar/article/view/410


Section
Articles