Visi Kemanusiaan dalam Pemberlakuan Syariat Islam

##plugins.themes.bootstrap3.article.main##

Zuly Qodir

Abstract

Sebagai orang Islam, tentu senang apabila seluruh umat Islam dapat menjalankan seluruh ajaran yang disyariatkan. Persoalaannya, apakah ajaran syariat Islam tersebut harus dilembagakan, sehingga ada kantor lembaga syariat Islam dan ada kontrol dari pihak negara dengan mengutus petugas petugas khusus yang senantiasa mengawasi praktek-praktek keagamaan umat? Bukankah itu berarti dominasi negara kembali terjadi atas warga negara, yang semestinya diberikan kebebasan untuk mengurus agamanya? Pertanyaan semacam itu penting dikemukakan mengingat terdapat gejala yang kurang kondusif atas tuntutan beberapa kelompok Islam tentang pemberlakuan syariat Islam. Bahkan ditengarai akan mengarah pada adanya pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan oleh orang Islam atas umat yang lain. Orang-orang Islam sipil merubah dirinya menjadi semacam "milisi-milisi sipil" yang sangat militeristik. Isu pemberlakuan syariat Islam memang telah cukup lama berkembang di tanah air yang pluralis ini, baik dari segi agama maupun etnis. Sejak negara ini hendak diproklamasikan, wacana syariat Islam telah muncul dari kalangan pejuang "Islam santri", yang berhadapan dengan pejuang "Islam nasionalis" yang kemudian disepakati Indonesia bukan sebagai negara agama, paling tidak sampai Pembukaan UUD 1945 belum diganti atau diamandemen total.1 Tuntutan pemberlakuan syariat Islam.

##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

How to Cite
Qodir, Z. (2024). Visi Kemanusiaan dalam Pemberlakuan Syariat Islam. Tashwirul Afkar, 12(1), 74-84. Retrieved from https://tashwirulafkar.or.id/index.php/afkar/article/view/405


Section
Articles