Pendidikan di Indonesia Masih Berkutat Pada Nalar Islami Klasik
##plugins.themes.bootstrap3.article.main##
Abstract
Pendidikan Islam di Indonesia masih bergantung pada paradigma pendidikan lama yang belum memperkembangkan paradigma baru. Terdapat perbedaan mencolok antara keduanya, seperti dalam paradigma lama, pendidikan dipandang sebagai otoritas kekuasaan dengan pendekatan administrasi-birokrasi, sementara dalam paradigma baru, pendidikan dipandang sebagai kerja akademik yang berlandaskan otoritas keilmuan. Di perguruan tinggi, misalnya, ketua jurusan dan mahasiswa seharusnya berada di garis depan institusi, namun kenyataannya, yang terlihat adalah rektor, pembantu rektor, dan pejabat lainnya. Penyelenggaraan pendidikan perlu diubah, tidak lagi di bawah otoritas kekuasaan tetapi di bawah otoritas keilmuan. Begitu juga dengan pendidikan agama, yang sebagian besar masih didasarkan pada otoritas agama daripada keilmuan. Pendidikan Islam masih "diberikan" seperti transfer barang, padahal dalam Islam ilmu harus dicari, bukan ditunggu. Guru harus membantu siswa menjadi pencari ilmu yang aktif, yang seharusnya dimulai sejak SD atau bahkan TK. Dalam paradigma lama, siswa menjadi pasif karena hanya mengingat dan menerapkan kembali, sementara paradigma baru mendorong keaktifan anak. Pendidikan sekarang cenderung berorientasi pada kepentingan pendidik atau negara, padahal dalam Islam, pendidikan seharusnya berorientasi pada kepentingan anak yang akan menghadapi masa depannya.
##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.