Syariat dan Hukum Positif di Negara Modern
##plugins.themes.bootstrap3.article.main##
Abstract
Saya ingin mengawali artikel ini dengan memberikan jawaban yang jelas dan pasti terhadap per- tanyaan; "apakah negara Islam mungkin diwujudkan, dan apakah negara Islam dapat terus berlangsung?" Sebuah tema untuk melakukan klarifikasi dan untuk menyajikan alasan yang kuat. Menurut pandangan saya, syariat tidak dapat diundangkan sebagai hukum positif dan akan tetap menjadi sumber dari sistem sanksi agama yang bersifat normatif. Dengan kata lain, syariat tidak dapat diterima atau diasumsikan untuk menjadi sebuah undang-undang sebagaimana hukum positif. Konsekuensinya, adanya klaim untuk mendirikan negara Islam dengan formalisasi syariat sebagai hukum positif adalah sebuah kontradiksi istilah (contradiction in terms). Secara konseptual negara Islam tidak mungkin terwujud, sebab sebagai sebuah institusi politik, negara tidak dapat dikategorikan Islam atau non-Islam. Dan adanya usaha untuk menformalkan syariat sebagai hukum positif bertentangan dengan basis Islam sebagai sistem normatif tersebut. Selain itu, menurut sifat dan peran sebuah negara dalam konteks global modern, negara Is- lam tidak bisa dipraktekkan lagi. Di sini saya juga akan memberikan argumentasi, tidak hanya bahwa pandangan- pandangan tersebut benar-benar dari perspektif Islam, bukan dari apa yang disebut "perspektif sekular", tetapi juga bahwa pembedaan (distinction) itu sendiri tidak dapat dipahami dan juga tidak membantu.
##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.