Menyelamatkan Agama

##plugins.themes.bootstrap3.article.main##

Trisno S.. Susanto

Abstract

Boleh jadi, judul di atas dapat membuat Anda (bahkan saya!) terperangah. Bagaimana mungkin menyelamatkan agama (agama)?1 Bukankah agama pada hakikatnya yang paling dalam, atau setidaknya menurut klaim yang paling sering diserukan terutama oleh para tokoh dan pemeluk teguh agama- justru merupakan jalan (jalan) keselamatan yang disediakan Tuhan bagi umat manusia? Karena itu, menurut klaim tersebut, agamalah yang menyelamatkan manusia, dan bukan sebaliknya. Bukankah, lebih jauh lagi, upaya menyelamatkan agama bisa ditafsirkan sebagai keangkuhan luar biasa, karena itu juga berarti mau menyelamatkan Tuhan sendiri, sumber dan asal-muasal dari seluruh agama?


Lagi pula dapat ditanyakan begini: untuk apa menyelamatkan agama? Kenapa, sih, mau repot-repot menyelamatkan agama? Apabila agama terbukti tidak sanggup menjalankan misi sesuai fitrahnya - menyelamatkan manusia! - lalu untuk apa agama diselamatkan? Bukankah lebih baik dibiarkan saja lenyap ditelan sejarah? Perkembangan peradaban manusia memperlihatkan ada banyak agama (dan kepercayaan!) yang akhirnya punah, hilang terkubur dalam timbunan sedimentasi sejarah, karena gagal menjalankan misi sesuai fitrahnya. Jadi, kenapa harus repot menyelamatkan agama, kalau agama itu memang sudah gagal?


Mungkin paparan konteks di bawah ini dapat membantu kita menjawab rangkaian pertanyaan di atas.

##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

How to Cite
S. Susanto, T. (2024). Menyelamatkan Agama. Tashwirul Afkar, 13(1), 138-153. Retrieved from https://tashwirulafkar.or.id/index.php/afkar/article/view/392


Section
Articles