Fiqih Politik NU: Akar-Akar Pergumulan Kelahiran Konsep Wali al-Amr al-Dlaruri al-Syaukah
##plugins.themes.bootstrap3.article.main##
Abstract
Pada pertengahan dasawarsa 50- an muncul suatu jargon fiqih politik Islam (fiqh siyasah) yang cukup polemis, yaitu waliy al-amr al- dlarury bi al-syaukah. Istilah ini mengan- dung arti "terdapatnya suatu otoritas politik sementara yang secara de facto menjadi instrumentasi-legal bagi kelang- sungan penyelenggaraan kebijakan publik". Menimbang penting-nya konsep ini, seorang pengamat asing, Emile Tyan, menyebut konsep tauliyah (delegation) semacam ini sebagai inti pelaksanaan administrasi dalam hukum Islam. Term itu terwacanakan secara populer utamanya sejak para ulama di bawah nahkoda KH. Masjkur dari NU, yang kala itu menjabat Menteri Agama, menye- lenggarakan konferensi pada tanggal 2- 7 Maret 1954 di Cipanas. Menariknya, pemunculan istilah ini sering dipertali- kan dengan struktur kekuasaan, utama- nya menyangkut legitimasi terhadap Soekarno yang kala itu menjadi presi- den. Lebih dari itu, labelisasi ini melahirkan pelbagai inter-pretasi politis- pejoratif yang sering menyudutkan para tokoh NU. Bahkan, tidak tanggung- tanggung, organisasi ini sering dilekatkan pada trademark yang kedengarannya sinis dan kurang sedap.
##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.