Majelis Ulama Indonesia dan Ambivalensi Organisasi Ulama
##plugins.themes.bootstrap3.article.main##
Abstract
Pernyataan itu dikemukakan oleh Duhaili, seorang penganut sekte minoritas Islam di Indonesia yang pernah penulis temui. Mendengar kata Majelis Ulama Indonesia (MUI), telinganya seperti tersambar geledek dan terantuk batu karang. MUI dalam tangkapannya, tak sebening embun yang menetesi pepohonan, tak seelok kicau burung di pagi hari, dan tak senyaman tiupan angin sepoi. Duhaili merasakan, bagaimana ia sebagai seorang muslim, yang kalau diukur dengan formal rukun Islam yang lima ia telah rajin melakukannya. Hanya karena berbeda keyakinan dalam hal tertentu di luar rukun Islam yang lima, Duhaili dan sektenya yang minoritas dalam Islam ikut disesatkan oleh fatwa MUI. Duhaili hanya mewakili satu sosok diantara banyak sosok. Pernyataaan Duhaili itu menggemakan semangat yang jelas, bahwa MUI telah lama menjadi bahan perbincangan di pojok- pojok diskusi, baik oleh kelompok minoritas Islam, kelompok-kelompok kritis dalam Ormas Islam, dan bahkan para pegiat HAM.
##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.