Temu Tengkar Agama dan Tradisi Lokal
##plugins.themes.bootstrap3.article.main##
Abstract
Dapat dikatakan bahwa seluruh agama samawi yang berkembang di tanah air ini adalah agama impor. Ia hadir dari suasana dan kesadaran psikologis yang berbeda dengan suasana dan kesadaran psikologis masyarakat di tanah air. Menarik diulas bagaimana ‘agama pendatang’ ini mengkomunikasikan dirinya dalam sebuah komunitas dengan keyakinan lokal yang telah menggumpal. Dalam tulisan berikut akan terlihat ada proses komunikasi yang seseakali terbuka, namun sering kali juga tertutup. Kehadiran Islam dan Kristen di Jawa dan beberapa daerah di tanah air misalnya dapat dijadikan ilustrasi dalam menggambarkan pola relasi dan tarik ulur antara ‘agama pendatang’ di satu sisi dan tradisi lokal di sisi yang lain. Oleh para ahli ditengarai bahwa gerombolan pertama transmisi Islam ke nusantara melalui upaya pendukwah sufi yang datang ke tanah air untuk kepentingan dakwah dan dagang. Pola sufistik dijadikan pintu masuk untuk menyebarkan agama di tengah-tengah masyarakat. Dengan pola pendekatan sufistik inilah, pesan-pesan yang dibawa para pendakwah saat itu memukau tempatnya di kalangan masyarakat lokal. Artinya, tanpa harus kehilangan identitas lokalnya, masyarakat tetap bisa menjadi Islam. Ini misalnya terlihat bagaimana Islam bernegoisasi dengan budaya lokal Jawa, Sunda, Sasak, Kajang, Dayak ('Islam Bakumpai'), Partai malim di tanak Batak dan lain sebagainya. Meskipun secara kultural tetap mempertahannya tradisinya mereka tetap bisa menjadi Islam dengan pesona lokalnya masing-masing.
##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.