Mengoperasikan Reforma Agraria dalam Otonomi Daerah
##plugins.themes.bootstrap3.article.main##
Abstract
Wacana Otonomi Daerah (Otoda) sejak awal memunculkan optimisme yang tinggi bagi bangsa. Harapan akan terselesaikannya masalah-masalah aktual bangsa terutama masalah umum yang terkait dengan kemiskinan. Sebab, Otoda diluncurkan dengan memberi peluang bagi pemerintahan lokal untuk merumuskan program pemerintahannya termasuk mengatasi persoalan kemiskinan. Hal itu diperkuat dengan terbukanya ruang partisipasi rakyat/warga (termasuk warga miskin) dalam merumuskan kebijakan pembangunan di tingkat lokal. Mengingat Otoda memungkinkan partisipasi itu terjadi. Dalam perkembangannya, Otoda sebagai pilot project orde reformasi secara makro gagal memberi konstribusi riil bagi kesejahteraan rakyat. Hasil studi yang diorganisir oleh Yappika di beberapa daerah pada 2006 lalu menunjukkan beberapa bukti riil jauhnya rakyat dari kesejahteraan sejak Otoda dioperasikan. Meski semangat dasar Otoda adalah agar masalah rakyat teratasi secara lokal, namun nyatanya hal itu tidak terbukti di lapangan. Beredarnya kabar mengenai wabah busung lapar, informasi tentang rawan pangan, dan berita kekurangan gizi di negeri ini mengagetkan dan menalar nurani kebangsaan kita. Ini menunjukkan absurd-nya dampak Otoda yang belum mampu mengatasi kemiskinan, bahkan masyarakat tetap jauh dari kategori sejahtera.
##plugins.themes.bootstrap3.article.details##

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.